UPAYA PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA ILLEGAL
LOGING SECARA PROFESIONAL DAN NON INTERVENSI DI KABUPATEN MELAWI KALBAR TAHUN
2005-2006
Tanah air Indonesia memiliki kekayaan hutan yang luas dan sebahagiannya
belum terjamah, tak terkecuali di Kabupaten Melawi Kalbar yang secara geografis
berbatasan langsung dengan Ketapang, Sintang dan Provinsi Kalteng. Kabupaten
Melawi memiliki hutan perawan yang sangat luas, walaupun sebahagian hutan
lainnya telah dimanfaatkan secara turun temurun oleh masyarakat setempat untuk
berladang, menjadi sumber air bersih, bahkan banyak sungai besar yang mengalir
dari gunung dan dijadikan sarana transfortasi warga Melawi untuk mengangkut
hasil tani dan hasil pertambangan. UUD 1945 pasal 33 secara tegas menyatakan :
Bumi, Air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara, dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Oleh karena itu
kelestarian hutan sebagai sumber air bersih dan sungai, harus dijaga dengan
sebaik-baiknya, tentu saja tugas menjaga ini adalah tugas yang telah
diamanatkan oleh UU nomor 41 tahun 1999 salah satunya kepada Polri. Sehubungan
dengan itu kita wajib berupaya semaksimal mungkin, dengan segala kewenangan dan
fasilitas yang diberikan negara kepada Polri, untuk menjamin kelestarian alam
dan memastikan pemanfaatan sumber daya alam itu untuk memakmurkan rakyat, bukan
untuk memakmurkan sekelompok orang yang merusak alam. Itulah bukti bahwa Polisi
adalah alat negara yang bertugas sebagai pelayan, pengayom dan pelindung
masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh UU Nomor 2 tahun 2002. Didalam kitab
suci Alqur‟an kewajiban menjaga alam dibebankan kepada setiap manusia yang
berakal sehat, siapapun dia dan apapun agamanya, tentu saja kewajiban itu akan
lebih berat kepada orang yang ditugasi dan difasilitasi negara untuk itu.
Firman Allah :
“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu
merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan”. (QS. As-Syu‟ara:183)
“Dan apabila ia
berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya,
dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai
kebinasaan”. (QS. Al-Baqarah :205).
“..dan orang-orang yang mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah
yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).
(QS. Ar-Ra‟du: 38)
Memang pada awalanya malaikat sudah meragukan kesungguhan manusia untuk
menjadi pengelola bumi ini (khalifah), mereka khawatir manusia akan membuat
kerusakan di bumi dan menumpahkan darah, lalu Allah membela manusia dengan
berkata : ”saya tahu apa yang kalian tidak ketahui” (lih. QS. AL-Baqarah: 30).
Kelihatannya keraguan malaikat sedari awal ada benarnya, karena memang
kerusakan bumi ini semua karena ulah tangan manusia, salah satunya illegal
logging.
Keberadaan penebang liar sebagai orang yang merusak bumi, dan mereka
merupakan masalah utama dalam menjaga kelestarian hutan kita, berbagai upaya
sebenarnya telah banyak dilakukan, namun karena besarnya penghasilan dari
penebangan liar ini membuat pelaku berani berspekulasi dan tak jera, sekalipun
telah banyak pelaku yang telah ditindak secara hukum.
Berbagai macam
pelanggaran illegal loging yang ditemukan adalah :
1.
Penebangan
hutan di kawasan hutan lindung atau bukan hutan lindung tanpa dokumen
2.
Penebangan
liar dengan memakai dokumen yang kadaluarsa
3.
Penebangan
dilakukan bukan diwilayah Rencana Kerja Tahunan (RKT)
4.
Penebangan
tanpa memiliki Ijin Pemanfaatan kayu ( IPK)
5.
Pemalsuan
dokumen SKSHH, IHH dan SPP
PENDEKATAN
YANG DILAKUKAN
1. Pendekatan Sosiologi Hukum (Yuridis
Sosiologis).
Yang dimaksud pendekatan
Sosiologi Hukum adalah, suatu usaha untuk memahami hubungan fenomena hukum
dengan masyarakat, karena institusi hukum merupakan bagian dari sistem sosial
yang lebih besar dalam masyarakat.
Hukum adalah alat
kontrol sosial bersifat mengikat dan tegas kepada siapa saja yang melanggar
aturan-aturannya, namun sebagaimana diungkapkan seorang ahli Sosiologi Hukum
Satjipto Rahardjo (1976): “Penegakan hukum itu bukan merupakan suatu
tindakan yang pasti,
yaitu menerapkan hukum terhadap suatu kejadian dapat diibaratkan menarik garis
lurus antara dua titik, dengan kata lain penegakan hukum adalah suatu proses
logis yang mengikuti kehadiran suatu peraturan hukum”. Hal ini berarti bahwa
penegakan hukum tidak dapat dilihat sebagai proses legislinier semata,
melainkan sesuatu yang kompleks. Menurut Sarjono Soekanto (1999), penerapan
hukum secara objektif apabila memperhatikan lima unsur, yaitu :
a. Hukum atau peraturan
itu sendiri.
b. Petugas yang
menegakkannya.
c. Fasilitas yang
mendukung pelaksanaan hukum.
d. Masyarakat yang
terkena ruang lingkup peraturan tersebut.
e. Kebudayaan suatu
daerah.
Upaya yang telah
dilakukan terkait dengan hal di atas adalah, sosialisasi kepada masyarakat
Melawi, tokoh masyarakat, tokoh agama dan LSM, pada tanggal 25 Juli 2005,
dengan menerbitkan surat pemberitahun tentang upaya tindakan yang akan
dilakukan oleh Polres Melawi.
Pendekatan Keagamaan
Pertama terhadap
internal Polri, kemudian penyelenggara negara lainnya mari kita berubah dan
taat kepada asas dan nilai serta norma-norma yang berlaku, selama ini kita
sering melaksanakan sesuatu tanpa di dukung oleh ketentuan-ketentuan yang
legal, jadinya kita seakan-akan bertindak secara brutal bahkan cenderung
melindungi dan turut serta dalam mendukung tindakan yang tidak bisa
dipertanggung jawabkan, baik secara akuntabilitas publik maupun akuntabilitas
hukum. Dalam mengaplikasikan hal ini kita tetap berprinsip menjunjung tinggi
asas nilai kebersamaan dan sukses melalui kebersamaan dengan mengedepankan
manajemen partisifatif, karena mustahil kita bisa melakukan tindakan terhadap
sesuatu tanpa dukungan berbagai pihak, baik lembaga formal (seluruh lembaga
negara, pelayan publik, pemerintah dan wakil rakyat) maupun informal (LSM,
forum-forum komunikasi, Tomas dan Toga dan Todat, serta orang-orang yang
mempunyai kharismatik di daerah-daerah tertentu).
Aplikasinya kita
berusaha melakukan pertemuan dan merangkul tokoh agama, Ustadz, Pendeta, Biksu,
pimpinan majelis pengajian, imam masjid dan lain sebagainya, dengan harapan
supaya mereka dalam forumnya, menyampaikan pesan-pesan
Kamtibmas dengan
teori-teori agama, hal ini akan sangat efektif kepada masyarakat, karena
penyampaian mereka akan lebih ditaati oleh jama‟ahnya / anggota kelompoknya
dibanding penyampaian kita.
Hal ini dilakukan dalam
forum-forum seminar, FGD (Forum Group Discussion), lokakarya dan yang lebih
bermasyarakat lagi, apabila diundang oleh masyarakat dalam suatu acara adat,
keagamaan, forum ini janganlah sekali-kali diwakilkan kepada personil lain,
justru disinilah kata kunci menarik simpati masyarakat, misalnya dalam satu
undangan kita wakilkan dengan sepuluh pejabat sebagai pengganti, dibanding
dengan kita sendiri hadir dalam pertemuan itu, masyarakat lebih puas hatinya.
Dan yang lebih sering
lagi untuk menjadi perhatian kita, yaitu disaat kita diundang untuk menjadi
pembina/inspektur upacara, pada moment inilah kita menyampaikan pesan-pesan
moral dan pentingnya keamanan yang merupakan kewajiban kita semua untuk
mewujudkannya.
Pendekatan Penegakan Hukum
Penegakan hukum bukanlah
semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undang, walaupun kenyataannya di
Indonesia cenderung begitu, sehingga pengertian Law Enforcement begitu populer.
Dalam buku Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum (1986), Soerjono
Soekanto mengatakan:” secara konsepsional maka arti penegakan hukum terletak
pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam
kaidah-kaidah yang mantap dan mengejewantah, sebagai rangkaian penjabaran nilai
tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan
hidup”.
Satjipto Rahardjo dalam
bukunya Masalah Penegakan Hukum (1983), mengutip pendapat Chambblisseidmen
Bahwa: ”sesuai dengan kerangka pembuatan hukum, apabila pejabat hukum
berhadapan dengan orang-orang dari lapisan yang berbeda-beda, maka bisa
diperkirakan tindakan mereka akan berbeda dari apa yang tertera dalam
peraturan”.
Pada mulanya sempat
terdapat permasalahan tentang kewenangan PPNS dan penyidik Polri, dimana sesuai
pasal 7 ayat 2 dan pasal 107 ayat 2 KUHAP dijelaskan bahwa PPNS mempunyai
kewenangan menyidik dan melaporkan hasil penyidikannya kepada Polri, pada
prakteknya terjadi perbedaan pendapat antara Menteri Kehakiman dan KaPolri,
menurut Menteri Kehakiman, PPNS boleh menyerahkan hasil penyidikannya kepada
Penuntut Umum, sedangkan menurut KaPolri harus melalui Penyidik Polri,
berkenaan dengan hal itu maka keluarlah Fatwa MA nomor 114 tanggal 7 April 1990
yang menguatkan pendapat KaPolri. Sekalipun penegakan hukum terhadap pelaku
illegal loging sudah dilakukan, namun kenyataannya belum menunjukkan efek jera
bagi pelakunya, menanggapi hal itu pada tanggal 16 April 2004 diadakanlah
pertemuan Aparat Hukum tingkat tinggi di Jakarta yang menelorkan delapan butir
kesepakatan :
a.
Membenahi
sistem manajemen penanganan perkara yang menjamin akses publik.
b.
Mengembangkan
sistem pengawasan yang transfaran.
c.
Menyederhanakan
sistem proses hukum.
d.
Mengembangkan
sistem manajemen SDM yang transfaran dan mendorong profesinalisme.
e.
Mengembangkan
sistem manajemen yang transfaran dan akuntabel.
f.
Meningkatkan
koordinasi dan kerjasama yang menjamin efektivitas penegakan hukum.
g.
Penguatan
kelembagaan.
h.
Pembaruan
materi hukum.
Di sisi lain kemampuan
PPNS di Kabupaten Melawi saat itu belum seperti yang diharapkan, disaat mereka
diarahkan oleh Penyidik Polri secara tekhnis, mereka tidak langsung
mengerjakannya, sehingga penanganan administrasi semakin lama, kemudian setelah
Berita Perkara ada di tangan Penuntut Umum, prosesnya pun masih menunggu Rentut
dari Kajati dan Kajagung sampai turunnya Nota Telephone sehingga prosesnya
semakin lama, menurut
prosedur memang demikian demi menghindari keputusan hakim yang tidak memuaskan
opini publik.
Kendala selanjutnya
adalah kurang memadainya fasilitas penunjang karena Polres Melawi saat itu
masih persiapan, sementara masyarakat berharap kinerja terbaik dari Kepolisian,
ingin cepat menyelesaikan kasus illegal loging, transfaran dan akuntabel.
Proses penegakan hukum
dimulai dari ditemukannya bukti permulaan yang cukup, kemudian diserahkan
kepada PPNS. Adapun berkas yang harus dipenuhi adalah :
a. Laporan Polisi
b. Sprin pemeriksaan
illegal loging
c. Berita acara
pemeriksaan illegal loging
d. Pernyataan keadaan
(BAP di TKP dan BAP saksi-saksi).
e. Pernyataan hasil
pemeriksaan illegal loging.
f. Gambar situasi
pengejaran dan penghentian illegal loging
g. Pernyataan areal
tebangan (posisi koordinat).
h. Springas penyidikan.
TAHAP
PENYIDIKAN dimulai dari
:
1. Laporan Polisi
2. Pemanggilan terhadap
saksi-saksi
3. Penangkapan
4. Penahanan
5. Pemasangan Police
Line di TKP
6. BAP Police Line
7. Penggeledahan
8. Penyitaan barang
bukti
9. Penanganan barang
bukti
TAHAP
PEMERIKSAAN terdiri dari
:
1. Saksi
2. Saksi ahli
3. Tersangka
4. Dokumen-dokumen
illegal loging
Administrasi penyidikan terdiri dari :
1. Pemberkasan
2. Penyerahan berkas
perkara
3. Penyerahan tersangka
dan barang bukti
Upaya paksa yang
dilakukan untuk kepentingan penyidikan adalah melakukan penahanan, perintah
penahanan sebagaimana pasal 24 ayat 1 KUHAP hanya berlaku maksimal 20 hari,
apabila demi kepentingan pemeriksaan belum selesai, maka PPNS melalui penyidik
Polri mengusulkan perpanjangan penahanan, kemudian penuntut umum dapat memberi
perpanjangan penahanan maksimal 40 hari.
TAHAP
PENUNTUTAN
Apabila penuntut umum
telah menerima berkas perkara tahap I, maka penuntut umum segera mempelajari
berkas perkara dimaksud, selambat-lambatnya 7 hari penuntut umum wajib
memberitahukan penyidik apakah penyidikan itu sudah lengkap atau belum (pasal
138 ayat 1 KUHAP). Apabila berkas penyidikan belum lengkap maka dikembalikan
kepada penyidik untuk dilengkapi selambat-lambatnya 14 hari sejak tanggal
penerimaan berkas (pasal 138 ayat 1 KUHAP). Setelah berkas perkara tersebut
dinyatakan lengkap (P21), maka penyidik segera menyerahkan tersangka bersama
barang bukti tahap II disertai dengan berita acara penyerahan tersangka dan
barang bukti, dengan demikian tanggung jawab penyidikan selesai. Pada tahap
berikutnya terkadang mendapat kendala, yaitu adanya intervensi Kajati/Kajagung
dimana nota telepon rentut sering memakan waktu lama baru turun. Kemudian vonis
yang dijatuhkan hakim terlalu ringan, seperti pada kasus illegal logging yang
pernah Penulis tangani sewaktu menjadi Kapolres Melawi Kalbar, dari dua kasus
yang maju ke pengadilan saat itu yang pertama BB 150 batang kayu (597,69 m3)
dan kedua 212 batang kayu (1.031,76 m3), keduanya hanya divonis 3 bulan
penjara. Sedangkan dua lagi dengan BB 200 batang kayu (1.165,93 m3) dan BB 479
batang kayu (3.215,44) sedang dalam proses persidangan (waktu itu). BB lain
adalah 4 logging truk ditemukan dalam kondisi rusak di base camp eks PT.
Toyotama, 5 Buldozer, 6 loging truk, 1 Kepiting, 8 buldozer.
Namun perjalanan
menegakkan hukum secara benar tidaklah mudah, selalu ada saja tantangannya,
dari 4 kasus illegal loging yang ditangani Polres Melawi tahun 2005-2006, dua
kasus hanya divonis 3 bulan, bahkan sebelumnya Penulis (Kapolres Melawi saat
itu) sempat didemo sekelompok orang tertentu dan dipraperadilankan oleh PT KSK,
terkait dengan itu Penulis tetap konsisten dalam pemberantasan illegal logging.
Kita tetap akuntabel dalam menghadapi setiap gugatan, bahkan Penulis katakan
kepada media “ saya siap dicopot kalau Polres Melawi kalah dalam praperadilan
ini”. Demikian berita harian Kapuas Post (16/10/2005).
Seperti lazimnya setiap
kasus besar selalu ada orang besar di belakangnya, tak terkecuali kasus illegal
loging di kabupaten Melawi, ketua DPRD Melawi saat itu (HS) juga diduga
terlibat menjual kayu sitaan Polres Melawi, Sikap tegas kepada siapapun yang
melanggar hukum benar-benar kita terapkan, pada tanggal 18 Oktober 2005, pukul
23.00 WIB HS ditangkap di kediamannya dan ditahan di Polres Sintang karena
Polres Melawi yang statusnya persiapan belum mempunyai ruang tahanan yang
memadai.
Kali ini Kita
dipraperadilankan lagi oleh ketua DPRD Melawi, setelah sebelumnya
dipraperailankan juga oleh mantan Bupati Sintang, pada kasus kali ini Kita
dituduh kuasa hukum HS pernah melakukan pertemuan empat mata dengan HS, dan
saat itu Penulis dituduh meminta kepada kliennya uang sebanyak 1 Milyar untuk
mengamankan posisi Penulis sebagai Kapolres Melawi. Tuduhan ini melebar luas ke
masyarakat sampai ada SMS yang masuk ke Kapolda Kalbar saat itu.
Pada persidangan keempat
praperadilan itu, kondisi sidang memanas saat masing-masing pihak menghadirkan
saksi dan memberikan penjelasan, Penulis dengan tegas mengatakan bahwa Penulis
tidak pernah mengadakan pertemuan empat mata dengan tersangka tapi selalu
didampingi anggota saya, hal itu disengaja untuk menghindari fitnah, sebaliknya
saksi dan kuasa hukum HS menjelaskan bahwa kejadian itu benar adanya. Walapun
demikian sidang praperadilan ini dimenangkan oleh Polres Melawi.
Demikianlah sebuah
kebenaran akan terungkap kalau kita sungguh-sungguh menegakkannya, jangan
tergoda dengan iming-iming pihak berperkara, yang menawarkan kenikmatan pribadi
sesaat, tapi pada akhirnya nama baik institusi dikorbankan, kepercayaan
masyarakat terabaikan dan bumi kita yang kaya raya ini hancur oleh ulah
segelintir orang, lalu kemudian di saat alam murka seluruh masyarakat
menanggung resikonya tanpa terkecuali.
Hati-hati dan waspadalah
dengan hukuman Allah yang tidak hanya menimpa orang zhalim saja. Sebagaimana
firman Allah SWT : “Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus
menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan
ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya”. (QS.Al-anfal: 25)
0 Response to " TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGING "
Post a Comment