Menjelang akhir hayatnya,
Nabi berkata pada para sahabat, Mungkin sebentar lagi Allah akan memanggilku,
aku tak ingin di padang mahsyar nanti ada diantara kalian yang ingin menuntut
balas karena perbuatanku pada kalian. Bila ada yang keberatan dengan
perbuatanku pada kalian, ucapkanlah!, Sahabat yang lain terdiam, namun ada
seorang sahabat yang tiba-tiba bangkit dan berkata, “Dahulu ketika engkau
memeriksa barisan di saat ingin pergi perang, kau meluruskan posisi aku dengan
tongkatmu, aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku ingin
menuntut qishash hari ini”. Para sahabat lain terpana, tidak menyangka ada yang
berani berkata seperti itu.
Umar bin Khattab langsung
berdiri dan siap membereskan orang itu, namun Nabi melarangnya, bahkan Beliau
menyuruh Bilal mengambil tongkat kerumahnya. Siti Aisyah yang berada dirumah
Nabi keheranan ketika Nabi meminta tongkat, setelah Bilal menjelaskan peristiwa
yang terjadi, Aisyah pun semakin heran, mengapa ada sahabat yang berani berbuat
senekad itu, setelah semua yang Rasul berikan pada mereka?.
Rasulullah SAW memberikan
tongkat tersebut pada sahabat itu seraya menyingkapkan bajunya, sehingga
terlihatlah perutnya, kemudian Beliau berkata “lakukanlah!...”. Detik-detik
berikut menjadi sangat menegangkan dan mengharukan, tetapi terjadi suatu
keanehan. Sahabat tersebut bukannya memukul Nabi, tapi malah menciumi perut
Nabi dan memeluknya. Seraya menangis sahabat itu berkata “Sungguh maksud
tujuanku hanyalah untuk memelukmu dan merasakan kulitku bersentuhan dengan
tubuhmu, karena di akhirat nanti, belum tentu kita bertemu, aku ikhlas atas
semua perilakumu wahai Rasulullah”.
Seketika itu juga terdengar,
Allahu Akbar berkali-kali. Sahabat tersebut tahu, bahwa permintaan Nabi itu
tidak mungkin diucapkan kalau Nabi tidak merasa bahwa ajalnya semangkin dekat.
Sahabat itu tahu bahwa saat perpisahan semangkin dekat, ia ingin memeluk Nabi
sebelum Allah memanggil Nabi.
Hikmah kisah diatas adalah:
Bila kita pernah menyakiti
orang lain, baik perasaan maupun secara fisik, segeralah meminta maaf
kepadanya, karena Allah SWT tidak akan memaafkan kesalahan kepada seseorang,
sebelum orang yang kita sakiti memaafkannya.
Seorang pemimpin paling
terkemuka sekalipun, jangan malu mengakui kesalahan dan meminta ma‟af kepada
anak buah, harga diri kita tidak akan berkurang dengan meminta maaf kepada
bawahan, bahkan sebaliknya bawahan akan lebih hormat dan loyal kepada
pimpinannya.
Jangan menerapkan pola lama
lagi, seperti anekdot yang sering kita dengar. Ada seorang pimpinan membuat
aturan, pasal pertama : “Pimpinan tidak pernah salah”. Ternyata anak buah
protes dengan pasal tersebut, maka dibuatlah pasal kedua yang bunyinya :” Kalau
pimpinan salah, maka dikembalikan ke pasal pertama”. Inilah tipe pemimpin yang
zalim, orang seperti ini nantinya akan Allah masukkan ke dalam neraka satu
gerbong dengan Fir‟aun laknatullah. Na‟udzubillah min dzalik.
0 Response to "KENANGAN DI AKHIR HAYAT RASULULLAH SAW"
Post a Comment