KEMENANGAN MILIK UMMAT YANG BERKARAKTER


 

Bersama Kombespol Drs. H. John Hendri, SH, MH

Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak, agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi”. (QS. Al-Fath : 28)

DI WAJAH MEREKA ADA BEKAS-BEKAS SUJUD

“Di wajah mereka terlihat bekas-bekas sujud”

Yang dimaksud bekas-bekas sujud bukanlah kening yang hitam, sekalipun bisa saja kening seseorang hitam karena lamanya sujud. Berkenaan dengan ini Imam Thabari mengemukakan sebuah hadis : “Ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar, setelah mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Siapakah anda?”. “Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang tersebut. Ibnu Umar melihat ada bekas sujud yang berwarna hitam di antara kedua matanya, lalu berkata “Bekas apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bersahabat dengan Rasulullah, Abu Bakar, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas tersebut pada dahiku?” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698).


Di lain waktu Ibnu Umar melihat seorang yang pada dahinya terdapat bekas sujud. Ibnu Umar berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya penampilan seseorang itu terletak pada wajahnya. Janganlah kau jelekkan penampilanmu!” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro nomor : 3699).

Lalu apa yang dimaksud dengan “Bekas-bekas sujud”?. Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksudkan dengan “Bekas-bekas sujud” adalah perilaku yang baik, begitu juga Al-Qurthubi menafsirkannya dengan shalat yang khusyuk melahirkan sikap tawadhuk. Dengan demikian jelaslah yang dimaksud  “Bekas-bekas sujud” adalah aplikasi nilai-nilai yang terkandung dalam shalat dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya : 

KEPATUHAN TERHADAP PEMIMPIN
 
Sebagaimana digambarkan pada edisi 121 sebelumnya, bahwa shalat berjamaah bisa meleburkan status sosial seseorang. Orang kaya dan miskin, pejabat dan bawahan, semuanya sama dalam barisan makmum, mereka harus taat dan patuh kepada  imam tanpa terkecuali, kalau imam belum bertakbir maka mereka tidak boleh bertakbir, kalau imam belum rukuk dan sujud, maka mereka juga tidak boleh rukuk dan sujud, begitu seterusnya sampai salam. Namun dibalik loyalitas itu makmum juga harus bersikap kritis pada saat imam melakukan kesalahan, makmum tidak boleh membiarkan kesalahan seorang imam, atau mencoba memakluminya, sebab kalau hal itu terjadi, maka shalat berjamaah akan batal secara keseluruhan.

Oleh karena itu makmum harus segera mengucapkan “Subhanallah”, dan sesaat makmum harus diam memberikan kesempatan kepada imam meluruskan kesalahannya, kalimat “Subahanallah” cukup diucapkan sekali tanpa nada emosi, jangan sampai kalimat itu diucapkan bersahut-sahutan oleh makmum, sehingga imam kebingunan memperbaiki kesalahannya, setelah beberapa saat imam tidak sanggup memperbaiki kesalahannya, barulah kemudian makmum membacakan kesalahannya. Dalam hal ini seorang makmum tidak hanya berteriak “Anda salah”, tapi dia juga harus bisa meluruskan kesalahan itu.

Alangkah indahnya kehidupan kalau prinsip-prinsip seperti ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam lingkungan kerja, lingkungan kantor, dalam organisasi, dalam perusahaan dan dalam keseharian kita bermasyarakat. Seorang pemimpin yang amanah seperti imam dalam shalat, begitu juga dengan yang dipimpin setia kepada pimpinannya, namun tetap kritis dan setiap saat siap melakukan kontrol sosial, tentunya dengan cara yang baik, tidak hanya bisa menyalahkan seseorang, tapi ia juga bisa memberikan solusi.

 KESETARAAN DAN KEBERSAMAAN
 
Perhatikanlah orang yang shalat berjamaah, adakah barisan khsusus untuk para pejabat?, tidak ada. Kalaupun ada hal itu bukan aturan shalat berjamaah, tapi karena kebutuhan pengamanan orang tertentu. Lalu adakah orang yang merasa harga dirinya turun karena ia rukuk dan sujud  dibelakangi orang lain?, bahkan adakah orang yang marah saat belakangnya tersundul orang lain?. Mengapa kita rela berdekatan bahkan bersinggungan badan dengan orang yang tidak selevel dengan kita?.  Mengapa seorang perempuan yang berpangkat tinggi, atau bergelar profesor doktor, dengan ikhlas hati berdiri di belakang imam, padahal bisa jadi imam itu hanya orang biasa yang tidak punya gelar keilmuan sama sekali?. Mengapa pula kepala yang sering kita hormati ini, di saat sujud ia lebih rendah dari pantat kita?.

Hal ini hanya bisa terjadi karena di saat shalat kita dengan ikhlas hati menanggalkan segala status sosial kita, hanya Dia Allah yang maha besar, setiap gerakan diiringi kalimat “Allahu Akbar”, setiap ruku dan sujud kita mengucapkan “ Subhanallah...” Hanya Dia yang pantas dipuji. Maka shalat yang khusyuk adalah shalat yang bisa menghilangkan kesombongan dan keakuan dirinya, dan “Di wajah mereka ada bekas-bekas sujud” maknanya, di wajah orang yang shalat ada keramah-tamahan, ada sikap yang familiar dan seterusnya :

Sejalan dengan ini, ada hadis Qudsi yang menceritakan bahwa Rasulullah berkata, "Aku hanyalah menerima shalat dari orang yang tawadhu terhadap keagungan-Ku, tidak sombong terhadap makhluk-Ku, tidak terus-menerus mendurhakai-Ku, selalu menggunakan siangnya untuk zikir kepada-Ku, mengasihi anak yatim, janda-janda, fakir, dan menyayangi orang yang tertimpa musibah. (HR Al-Bazzar).

Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS. As-Shaaf: 4)

SALING MENYAYANGI
Setelah kita memuji dan membesarkan Allah dalam setiap gerakan shalat, maka tibalah saatnya kita menutup shalat itu dengan ucapan “Assalamu alaikum warahmatullah (selamatlah kalian semua dan semoga mendapat rahmat Allah)”, sekali ke kanan dan sekali ke kiri, artinya disaat shalat dimulai dengan membesarkan Allah, maka kemudian shalat diakhiri dengan menebarkan keselamatan bagi sesama dan sehabis berdoa kita kemudian bersalam-salaman.
Namun sungguh disayangkan hari ini banyak ummat Islam yang hanya sekedar mengerjakan shalat, bukan menegakkan shalat, apa bedanya?. Kalau mengerjakan shalat maka yang dimaksud adalah memulai shalat dengan bertakbir dan mengakhirinya dengan mengucapkan salam, sedangkan yang dimaksud dengan menegakkan shalat adalah melaksanakan shalat dengan benar, lalu mengaplikasikan nilai-nilai shalat itu dalam kehidupannya. Sehingga jadilah shalatnya itu sebagai pencegah kejahatan dan kemungkaran, sebagaimana Allah berfirman : “ Sesungguhnya shalat itu mencegah kemaksiatan dan kemungkaran”. Tapi karena hari ini kebanyakan ummat Islam baru melaksanakan shalat, jangankan kebersamaan dan kasih sayang yang terpancar di wajah mereka sesudah shalat, bahkan baru saja keluar dari mesjid sandal sudah pada hilang.
 
MEREKA SEPERTI TUNAS YANG TUMBUH PERLAHAN, LALU MENJADI KUAT DAN MENDOMINASI

 “Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin)”.
Pada mulanya ummat Islam hanya minoritas di Makkah dan Madinah, namun karena mereka Kaffah dalam agama Islam, mereka kemudian menjelma menjadi ummat yang mendominasi baik dari segi politik, ekonomi dan sosial budaya, sehingga jadilah madinah “Baldatun Thayyibah wa rabbun ghafur”. Hal ini tidak lain, karena di wajah mereka ada bekas-bekas sujud.

Related Posts:

0 Response to "KEMENANGAN MILIK UMMAT YANG BERKARAKTER "

Post a Comment