POLISI PENEGAK HUKUM, BUKAN PENEGAK UNDANG-UNDANG




Brigjen Pol. Bambang Sri Herwanto, SH,MH, 
Kepala Biro Penyusunan dan Penyuluhan Hukum Polri

Sosialisasi Peraturan Kapolri No. 26 tahun 2010    tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, Perkap Kapolri N0. 1 Tahun 2009, tentang penggunaan kekuatan Kepolisian, dan peraturan perundangan lainnya  yang diselenggarakan Divisi Hukum Mabes Polri di Aula Lancang Kuning Markas Kepolisian Daerah Kepulauan Riau, tanggal 21 Juni 2012, di buka oleh Kepala Biro Penyusunan dan Penyuluhan Hukum Divisi Hukum Polri Brigjen Polisi Drs. Bambang Sri Herwanto, di dampingi Kapolda Kepulauan Riau, Brigjen Polisi Yotje Mende, SIK, MH, diikuti oleh seluruh pejabat utama Polri dan Muspida Kepulauan Riau.

Sosilisasi ini bukan mengajari burung terbang atau mengajari ikan berenang,  Karena burung sudah pandai terbang dan ikan sudah pandai berenang, demikian ungkapan yamng disampaikan Brigjen Polisi Bambang Sri Herwanto, SH,MH, ketika memulai sambutan, pada acara Sosialisai Perkap Kapolri No26 tahun 2010, tentang pembentukan peraturan Kepolisian, Perkap Kapolri  No. 1 tahun 2009, tentang Penggunaan Kekuatan Kepolisian, serta peraturan-peraturan lainnya yang berdampak anarkis.

Latar Belakang Perkap No.26 Tahun 2010
Selanjutnya , menurutnya, latar belakang Perkap No.  26 tahun 2010, dan perkap-perkap Kapolri  lainnya  perlu disosialisasikan dikarenakan beberapa sebab, pertama adanya  UU No. 10 2004 tentang pembentukan peratuaran perundang-undangan .  Bahwa Negara kita Negara hukum,  sehingga segala sesuatu harus diatur dengan hukum,  yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan, banyak peraturan perundang-undangan yang disharmoni, sehingga lahirlah UU No,  10 Tahun  2004, yang sudah dirubah dengan UU No.  12 Tahun  2011, didalam undang-undang ini menjelaskan tentang hirarki undang-undang, dalam tujuh tingkatan, pertama adalah UUD 1945, Tap MPR, Undang-Undang atau Perpu(Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang), PP(Peraturan Pemerintah), Perpres, Perda Prop, Perda Kota/Kab. Hirarki ini meggariskan untuk membuat undang-undang atau peraturan tidak boleh bertentangan dengan hirarki ini.
Menurutnya, peraturan atau undang- undang sebaiknya jangan dipakai untuk kepentingan sesaat, kepentingan politik, kepentingan komunitas tertentu, sebaiknya untuk kepentingan Negara dan bangsa, untuk kepentingan masyarakat untuk waktu yang lama. Sehingga perlu kita hilangkan ego sektoral, masing- masing  Badan atau Kementrian. Kalau Ego yang dikedepankan dalam membuat UU maka polisi bukan penegak UU tetapi  Polisi adalah penegak hukum .Sebagai penegak hukum selain membaca dan menghayati apa yang substansi yang diatur dalam undang-undang, dia harus paham dia harus tahu apa hukum yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat.
Kedua, undang-undang yang diatur hanya substansi, tetapi dalam implementasi di lapangan masih banyak kendala, sehingga menimbulkan motivasi bagi para pelaksana di lapangan, maka polri berinisiatif membuat peraturan Kapolri No. 26  TAhun 2010 tentang pembentukan peraturan Kepolisian, karena di dalam pasal 8 undang-undang 12 tahun 2011, menyebutkan selain hirarki  peratuturan-perundang-undangan tadi, peraturan kementrian ,lembaga, yang disetarakan dengan peraturan perundangan-undangan adalah peraturan MPR, DPR, Menteri, Peraturan Lembaga, Peraturan Badan dan Komisi, sepanjang itu diamanahkan dalam undang –undang dan menjadi  lingkup kewenangan dari lembaga yang bersangkutan. Itu disetarakan dengan peraturan perundang-undangan.
Kemudian di break down lagi, menjadi peraturan Kapolri, kalau tersentral pada Kapolri akan menjadi bayak, maka dibentuklah Perkap Kapolri No. 26 Tahun 2010, dimana  bentuknya ada lima. Satu, perkap, peraturan kasatfung mabes polri, peraturan kapolda, peraturan kasatfung kapolda, kelima peraturan kapolres.
Kita mensosilisasikan ini agar semua anggota Polri paham, bagaimana membuat , bagaimana menyusun, aturan kepolisian secara tehnis, secara baik, yang responsive bisa mengantisipasi, guna mendukung pelaksanaan tugas, dengan baik. Maka perlu pemahaman bagi rekan-rekan yang ditunjuk, untuk menyusun peraturan peraturan dimaksud.
Latar Belakang Perkap No. 1 tahun 2009  
Banyak permasalahan yang terjadi di Republik ini, yang direspons oleh masyarakat yang tidak puas dengan unjuk rasa, di dalam unjuk rasa selalu melakukan kekerasan, permasalahan yang diusung antara lain persoalan-persoalan yang terkait dengan kebijakan pemerintah baik di pusat maupun di daerah . Kedua terkait dengan masalah pertanahan, perizinan di bidang pertambangan, terkait dengan masalah agraria, yang terakhir termasuk putusan pengadilan, contohnya putusan Mahkamah Konstitusi, sengketa pilkada di Bima, itu berujung unjuk rasa dan anarkis akibat putusan pengadilan, wacana seperti ini harus kita tangkap bahwa masyarakat aspirasinya tersumbat, tidak tersalurkan, kemudian polisi juga menghadapi masa dengan kekauatan,  tidak melihat bagaiman sikap kita yang terbaik untuk menyelesaikan masalah. Sehingga terkait apabila Polri datang terlambat komnas HAM berteriak  bahwa Polisi melakukan pembiaran, tetapi kalau polisi datang terlalu cepat , mengambil sikap terlalu responsive, Komnas HAM tetap berteriak bahwa Polisi melanggar HAM. Seharusnya Komnas HAM dalam melakukan koreksi harusnya konstruktif dan solusif. Berikan masukan apa yang harus dilakukan Polri. Kita harus jeli melihat permasalahan yang terjadi di Masyarakat, sehingga kita dapat melayani masyarakat dan melindungi.


Related Posts:

0 Response to "POLISI PENEGAK HUKUM, BUKAN PENEGAK UNDANG-UNDANG"

Post a Comment