- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
- UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, dan implementasi Polisi dan manajemen konflik;
- Peraturan Kapolri Nomor 16 tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa;
- Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian;
- Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru Hara; dan
- Protap Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Anarkis.
- Surat Perintah Kadivkum Polri Nomor: Sprin/714/IX/2013, tanggal 30 September 2013, Perihal Penunjukan personel Divkum Polri untuk melaksanakan tugas sosialisasi di Polda Jambi.
B. LATAR BELAKANG
Bahwa untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya penyelenggaraan, perlu adanya standar baku tentang mekanisme penyusunan, bentuk dan teknis penulisannya. Ketentuan sebagaimana dalam Pasal 15 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengamanatkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Bahwa pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungi kehidupan seluruh warga masyarakat Indonesia, termasuk mewujudkan kondisi kehidupan masyarakat yang tenteram, tertib dan teratur sesuai dengan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, melindungi segenap bangsa Indonesia.
Dalam kaitan tersebut sebagai upaya melindungi dan menegakkan hak asasi setiap Warga Negara perlu dilakukan upaya penciptaan suasana yang aman, tenteram, tertib, damai dan sejahtera yang dilaksanakan melalui
penanganan.....
penanganan perseteruan dan/atau benturan antar kelompok masyarakat yang dapat menimbulkan konflik sosial yang mengakibatkan terganggunya stabilitas dan terhambatnya pembangunan nasional, sekaligus menjadi jawaban komprehensif atas kebutuhan hukum masyarakat, maka telah disusun UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial yang tercantum dalam Pasal 4 ayat 3, konflik sosial, adalah perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disentegrasi sosial, sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.
C. MAKSUD DAN TUJUAN
- Maksud dari sosialisasi ini adalah untuk memberikan gambaran kepada pimpinan dalam upaya meningkatkan pemahaman dan pengetahuan personel untuk penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian; dan
- Tujuan sosialisasi adalah terwujudnya pemahaman dari personel Polri dalam memahami dan menerapkan peraturan perundang-undangan.
D. PELAKSANAAN
1. Waktu dan Tempat:
- Waktu pelaksanaan sosialisasi pada hari Kamis, tanggal 27 September 2013, pukul 08.00 WIB. s.d. selesai;
- Tempat pelaksanaan sosialisasi di aula Polda Jambi.
2. Sosialisasi dibuka oleh Kapolda Jambi Brigjen Pol. Drs. Satriya Hari Prasetya, S.H.
3. Peserta sosialisasi kurang lebih sebanyak 120 (seratus dua puluh) orang, yang terdiri dari Anggota Polda Jambi termasuk Para Kapolres.
E. Tema:
“Sosialisasi UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, dan Peraturan Kapolri”
F. Penyelenggara: Kabag Luhkum Divkum Polri;
G. Tim sosialisasi:
Kabag Luhkum Divkum Polri Kombes Pol. Drs. John Hendri, S.H., M.H., AKBP. Lilik Moelyanti, S.H., dan AKBP. Siti Zubaidah, S.H.
H. Anggaran: DIPA Divkum Polri 2013;
I. Sambutan-sambutan:
1. Sambutan Kapolda Jambi pada intinya menyampaikan sebagai berikut:
- mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Tim sosialisasi Divisi Hukum Polri dan kepada seluruh peserta sosialisasi hukum, agar mengikuti dengan penuh semangat serta besar harapan saya sosialisasi hukum tentang peraturan perundang-undangan ini benar-benar memberikan manfaat, untuk selanjutnya dapat diimplementasikan dalam pelaksanaan tugas anggota di lapangan;
- dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, anggota Polri khususnya Polda Jambi harus dibekali dengan pemahaman hukum yang mendalam guna menjawab isu-isu dan situasi yang saat ini sedang berkembang di tengah masyarakat, melalui peningkatan kemampuan tugas kepolisian khususnya menghadapi masalah konflik sosial yang sering terjadi, sehingga dapat terselesaikan dengan baik dan tidak berdampak terhadap gangguan Kamtibmas.
2. Sambutan Kadivkum Polri pada intinya menyampaikan:
- tuntutan reformasi yang menghendaki terwujudnya Tata Pemerintahan yang baik dan Pemerintahan yang bersih adalah kehendak masyarakat yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, dan komitmen Polri sebagai alat negara yang bertugas sebagai pemelihara kamtibmas, penegak hukum, pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat adalah salah satu pilar yang diharapkan mampu mewujudkan cita-cita reformasi, sehingga diperlukan sumber daya manusia Polri yang kuat, guna menjawab tuntutan dan harapan masyarakat;
- tindakan pencegahan konflik merupakan langkah preemtif kepolisian, melalui sosialisasi ini disampaikan UU dan Peraturan yang apabila tidak diantisipasi secara dini akan dapat menimbulkan potensi konflik sehingga mengganggu keamanan dan stabilitas nasional serta dapat menghambat pembangunan.
- adapun program-program sosialisasi adalah dengan mengedepankan prinsip mencegah lebih baik dari pada menindak:
1) sesuai dengan program DIPA Divkum Polri melaksanakan sosialisasi keseluruh jajaran memperhatikan/mencermati gejala potensi konflik yang ada diseluruh wilayah;
2) mengadakan seminar dengan mengangkat tema sesuai dengan isu-isu konflik yang dapat timbul baik di daerah maupun yang berskala nasional; dan
3) mengikuti seminar-seminar yang diadakan oleh Kementerian/Lembaga lainnya.
d. dengan penyuluhan hukum dalam bentuk sosialisasi ini diharapkan anggota Polri Polda Jambi memiliki pemahaman dan persepsi yang sama dan benar tentang pengertian, istilah dan rumusan aturan perundang-undangan, peraturan Kapolri, termasuk masalah yang aktual saat ini dilapangan antara lain: pertanahan, kehutanan, serta kemampuan komunikasi sosial dan HAM;
e. dalam penanganan konflik, Polri harus proporsional saat mengatasi kerusuhan ataupun tindakan masa yang anarkis untuk menghindari ekses negatif yang dapat menimbulkan korban jiwa, karena tantangan Polri kedepan dalam menangani masalah ketertiban dan keamanan masyarakat akan jauh lebih sulit;
f. dalam rangka peningkatan pelayananan prima kepada masyarakat, diharapkan anggota Polri, yang menjadi peserta sosialisasi ini dapat memahami materi yang disampaikan narasumber, menambah wawasan dan referensi baru maupun memiliki nilai positif sehingga dapat mengimplementasikan dalam pelaksanaan tugas;
g. diharapkan peserta sosialisasi ini mengikuti dengan serius sehingga peserta mengerti dan memahami secara utuh mengenai peraturan perundang-undangan, peraturan kepolisian, sehingga dapat mengambil manfaatnya untuk mendukung pelaksanaan tugas Polri dilapangan khususnya anggota Polri Polda Jambi; dan
h. Agar menjaga Jambi tidak terjadi konflik dan menjaga hubungan harmonis dengan seluruh instansi dan masyarakat.
J. PAPARAN PEMBICARA/NARA SUMBER
Kombes Pol Drs. John Hendri, S.H., M.H. (Kabag Luhkum), dengan materi:
1. UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial yang intinya adalah sebagai berikut:
a. Penanganan konflik sosial diidentifikasi sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistimatis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi konflik mencakup pencegahan konflik, dan pemulihan
pasca konflik, ketiga cakupan ruang lingkup tersebut dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan masyarakat;
b. Adapun penjabaran dari 3 point tersebut diatas yang menjadi inti Pasal dari UU No. 7 Tahun 2012 adalah:
1) Percegahan Konflik
Sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem peringatan dini dilakukan oleh pemerintah, Pemerintah Bupati, dan masyarakat, dengan upaya sebagai berikut:
a) memelihara kondisi damai dalam masyarakat;
b) mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai;
c) meredam potensi konflik; dan
d) membangun sistem.
2) Penghentian Konflik sebagai serangkaian kegiatan untuk mengakhiri kekerasan, menyelamatkan korban, membatasi perluasan dan eskalasi konflik, serta mencegah bertambahnya jumlah korban dan kerugian harta benda;
3) Pemulihan Pasca Konflik adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan keadaan dan memperbaiki hubungan yang tidak harmonis dalam masyarakat akibat konflik, dilaksanakan sebagai kewajiban oleh pemerintah dan pemerintah daerah secara terencana, terpadu, berkelanjutan, dan terukur melalui upaya sebagai berikut:
a) rekonsiliasi;
b) rehabilitasi; dan
c) rekonstruksi.
2. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Teknis Penanganan Konflik Sosial:
a. Perkap ini dibuat dengan tujuan sebagai pedoman teknis bagi anggota Polri dalam penanganan konflik secara komprehensif dan terintegrasi dengan mengikutsertakan berbagai unsur terkait, sehingga penanganannya lebih efektif dan efisien;
b. agar lebih komprehensip maka dalam Perkap ini juga dilengkapi dengan ketentuan mengenai teknis penanganan konflik sosial: contoh format laporan, surat, informasi khusus, mutasi kegiatan, maklumat, himbauan yang terkait dengan penanganan konflik sosial sebagaimana yang tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.
3. Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian, yang intinya:
a. latar belakang pertimbangan dikeluarkannya Peraturan Kapolri tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian;
b. bahwa Polri merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri;
c. bahwa anggota Polri dalam melaksanakan tugas di lapangan sering dihadapkan pada situasi, kondisi atau permasalahan yang mendesak, sehingga perlu melaksanakan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian;
d. bahwa pelaksanaan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian harus dilakukan dengan cara yang tidak bertentangan dengan aturan hukum/standar dan cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan, selaras dengan kewajiban hukum dan tetap menghormati/menjunjung tinggi hak asasi manusia;
e. prinsip-prinsip penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian meliputi:
- Legalitas, yang berarti bahwa semua tindakan kepolisian harus sesuai dengan hukum yang berlaku;
- Nesesitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan dapat dilakukan bila memang diperlukan dan tidak dapat dihindarkan berdasarkan situasi yang dihadapi;
- Proporsionalitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan harus dilaksanakan secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat kekuatan atau respon anggota Polri, sehingga tidak menimbulkan kerugian/ korban/ penderitaan yang berlebihan;
- Kewajiban umum, yang berarti bahwa anggota Polri diberi kewenangan untuk bertindak atau tidak bertindak menurut penilaian sendiri, untuk menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keselamatan umum;
- Preventif, yang berarti bahwa tindakan kepolisian mengutamakan pencegahan;
- Masuk akal (reasonable), yang berarti bahwa tindakan kepolisian diambil dengan mempertimbangkan secara logis situasi dan kondisi dari ancaman atau perlawanan pelaku kejahatan terhadap petugas atau bahayanya terhadap masyarakat.
f. setiap tingkatan bahaya ancaman terhadap anggota Polri atau masyarakat dihadapi dengan tahapan penggunaan kekuatan sebagai berikut:
- tindakan pasif dihadapi dengan kendali tangan kosong lunak;
- tindakan aktif dihadapi dengan kendali tangan kosong keras;
- tindakan agresif dihadapi dengan kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata atau semprotan cabe atau alat lain sesuai standar polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e;
- tindakan agresif yang bersifat segera yang dilakukan oleh pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian atau membahayakan kehormatan kesusilaan anggota polri atau masyarakat atau menimbulkan bahaya terhadap keselamatan umum, seperti: membakar stasiun pompa bensin, meledakkan gardu listrik, meledakkan gudang senjata/amunisi atau menghancurkan objek vital, dapat dihadapi dengan kendali senjata api atau alat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf f.
- tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau masyarakat;
- anggota Polri tidak memiliki alternative lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut;
- anggota Polri sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota polri atau masyarakat;
- penggunaan kekuatan dengan senjata api atau alat sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) merupakan upaya terakhir untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan penggunaan kendali senjata api dengan atau tanpa harus diawali peringatan atau perintah lisan;
- pada Pasal 9 penggunaan senjata api dari dan kearah kendaraan yang bergerak atau kendaraan yang melarikan diri diperbolehkan dengan kehati-hatian yang tinggi dan tidak menimbulkan resiko baik terhadap diri anggota Polri itu sendiri maupun masyarakat;
- Pasal 10 Dalam hal penggunaan senjata api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d, Pasal 8 dan Pasal 9, anggota Polri harus memiliki kualifikasi sesuai ketentuan yang berlaku;
- Pasal 11 ayat (1) anggota Polri sebelum melaksanakan tindakan kepolisian sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) harus mendapatkan pelatihan dari kesatuan pusat
- atau wilayah, dan ayat (2) pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didukung sarana dan prasarana yang dirancang sesuai dengan standar pelatihan Polri;
- bahwa penerapan Perkap No 1 Tahun 2009 terkait dengan Perkap No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, Perkap 8 Tahun 2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru Hara, Prosedur Tetap No. 1 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Anarki.
a. Aspek-aspek dalam berkomunikasi:
1) adanya komunikator;
2) adanya pesan (message);
3) komunikan;
4) adanya umpan balik (feed back),
b. Prinsip dan Peran Polri Hadapi Unras:
- Peran Persuasif dan humanis, upaya menciptakan kedekatan hubungan antara Aparat Keamanan (Polri)
- dengan masyarakat melalui komunikasi, hilangkan anggapan masyarakat bahwa Aparat Keamanan adalah momok yang menyeramkan dan sebagai aparat pemegang kekuasaan yang otoriter;
- Peran sebagai Mediator, sebagai penengah apabila terjadi perselisihan diantara warga masyarakat yang intinya adalah membangun komunikasi yang rusak, tanpa ada kewenangan (otoritas) terhadap pihak yang bertikai atau tidak diskriminasi terhadap para pihak;
- Peran sebagai Negosiator, melaksanakan negosiasi terhadap masyarakat yang bertikai untuk mencapai ”win-win solution”. Landasan yang dipakai membentuk rapport (kesan penerima) yang baik, menjalin hubungan dan pengertian yang baik, jujur dan terbuka;
- Peran sebagai arbitrator, memiliki otoritas untuk mengatur dan menjaga ketertiban, keamanan dan kenyamanan masyarakat; dan
- Tindakan tegas, bila terjadi hal-hal yang diluar batas atau menggangu kamtibmas yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok masyarakat, harus dilakukan tindakan refresif, dimana tindakan refresip tersebut harus dengan tegas dan humanis dengan memperhatikan HAM.
- pelajari karakter/jenis masyarakat yang sedang dihadapi, apakah itu pelajar, mahasiswa, buruh, pedagang, sopir atau masyarakat tertentu;
- pelajari latar belakang masyarakat yang ada, apakah berkelompok-kelompok (seperti: perkumpulan ras, agama, organisasi, dll.)
- lakukan komunikasi dengan menciptakan rasa aman dan nyaman terhadap masyarakat
1) memiliki kematangan sosial;
2) seorang pendengar yang baik dan keterampilan interview;
3) memiliki sosialisasi yang baik dan luwes;
4) memiliki kecerdasan yang praktis;
5) mampu meyakinkan orang lain dengan argumennya;
6) mampu mengambil keputusan secara mandiri.
5. peraturan lain terkait permasalahan tanah, penyelesaian kasus sertifikat ganda, korupsi maupun MoU Polri dengan BPN tentang permasalahan tanah dan sertifikasi tanah asset Polri:
a) permasalahan tanah yang terjadi di wilayah Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) penguasaan tanah tanpa hak.
2) sertifikat ganda.
3) duplikasi alas hak.
4) penyerobotan tanah.
5) melakukan penguasaan tanah PTPN.
6) perbedaan kepemilikan alas hak antara sertifikat dengan alas hak lainnya.
7) penggarap liar .
8) pemalsuan surat.
9) penggunaan surat palsu.
10) batas tanah yang tidak jelas, dll
b) langkah-langkah pelaksanaan dan eksekusi masalah pertanahan:
- adanya permohonan Pam & eksekusi Polri hanya sebagai pihak pengamanan bukan pelaksana eksekusi (pengadilan), jika dibutuhkan dapat meminta pelibatan TNI.
- pelajari/analisa tentang putusan/ketetapan/surat keterangan/dokumen dari lembaga/departemen yang berwenang yang berkaitan dengan tanah (objek) sengketa.
- analisa tentang legalitas dan legitimasi dari dokumen-dokumen yang ada.
- buat renpam (rencana pengamanan) yang didahului oleh personel intel tentang situasi dan kondisi jika eksekusi dilaksanakan.
- renpam dipaparkan oleh ankum/kapolda.
c) mengenai permasalahan yang ditangani Polri harus dilakukan gelar perkara, sesuai KUHAP dijelaskan didalam ketentuan umum Pasal 4 dan Pasal 5, juga telah diatur dalam Perkap Nomor 12 Tahun 2009 yang diatur dalam Pasal 44 s/d 55 bahwa gelar perkara dibagi menjadi gelar biasa dan luar biasa, serta gelar dilaksanakan pada awal, tengah dan akhir penyidikan.
d) mengapa bisa terjadi sertifikat ganda?, hal ini terjadi karena seharusnya:
- tanah atau lahan seharusnya permanen;
- pemilik tanah tidak mungkin mengawasi lahan miliknya setiap saat;
- pihak lain yang mengaku sebagai pemiliknya mungkin saja memiliki bukti yang usianya lebih muda dari bukti pemilik aslinya;
- jika prosedur penerbitan sertifikat dipenuhi tidak mungkin muncul sertifikat ganda dll.
a) Staf Polda (Kompol Yusrial)
Bagaimana SOP/tindakan Polri dalam menyikapi tentang Penanganan Konflik Sosial?
b) Kabag Ops Polresta Jambi
Apa peran adat dalam membantu mendamaikan sebuah konflik?
c) Wakapolres Kerinci (Kompol Sanusi, SH)
Bagaimana pelibatan TNI dalam sebuah konflik?
d) Staf Polda (Ipda Dedi)
Siapa yang bertanggungjawab terhadap pembiayaan dalam menangani konflik?
Jawab:
a) Upaya Polri dalam menyikapi penanganan konflik sosial dituangkan dalam Perkap Nomor 8 tahun 2013 tentang Teknis Penanganan Konflik Sosial, yang didalamnya mengatur secara teknis penanganan konflik, disertai dengan contoh pembuatan laporan, dll. Adapaun SOP merupakan istilah yang berkembang di masyarakat yang kalau dituangkan dalam bahasa peraturan menjadi mekanisme/tata cara/teknis.
b) Peran pranata adat dalam konflik:
- pada tahap pencegahan konflik pranata adat memiliki kewajiban untuk memberikan pemahaman kepada warganya untuk tidak mudah terpropokasi dan terpancing dalam perkelahiran atau konflik.
- menangkal adanya gejolak perseteruan antar kelompok.
- menjadi pelopor dalam aksi perdamaian warga;
- mengajak warga masyarakat untuk patuh hukum;
- bersama-sama dengan Polri aktif dalam pembinaan kerukunan warga masyarakat;
- pada tahap penghentian konflik peran tokoh adat membantu dalam penciptaan damai dengan menghimbau kepada warganya untuk tidak melakukan kekerasan;
- dalam pasca konflik membantu mengevaluasi dan distribusi kesejahteraan warga yang jadi korban konflik.
d) sesuai dengan UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penangan Konflik Sosial, maka pembiayaan dalam menangani konflik dibebankan kepada APBD pemerintah setempat.
7. KENDALA
Tidak ada kendala yang berarti.
8. PENUTUP
a) Kesimpulan
1) Sosialisasi dapat berjalan sesuai dengan rencana:
(a) para peserta sosialisasi dapat memahami UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, Perkap tentang Penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, Perkap tentang Tata Cara Pembentukan peraturan Kepolisian serta Komunikasi Sosial;
(b) terjadi dialog interaktif antara peserta dengan pembicara;
(c) para peserta sangat antusias pada acara sosialisasi tersebut dan sangat senang diberi materi tambahan terkait kasus tanah, permasalahan sertifikat tanah ganda
yang sering menimbulkan unjuk rasa/kerusuhan sehingga para peserta mendapat pengetahuan yang lebih komplit dan komprehensif.
2) sebagai pedoman bagi seluruh jajaran Polri dalam pembuatan Perpol yang dapat diberlakukan di lingkungan tugas masing-masing penyelenggaraan administrasi dalam bentuk peraturan maupun sebagai pedoman anggota Polri di lapangan dalam penggunaan kekuatan untuk melakukan tindakan kepolisian.
b) Saran
Bahwa dengan adanya sosialisasi yang dilaksanakan oleh Divkum Polri yaitu UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial ke Polda Jambi ternyata bersinergis dengan program/terobosan kreatif yang sudah dilaksanakan/ di implementasikan dengan bekerja sama stek holder yang melibatkan masyarakat setempat untuk menciptakan keamanan dan ketertiban guna mewujudkan perdamaian di wilayah Jambi, sehingga melalui sosialisasi Tim Divkum Polri dapat mendistribusikannya ke seluruh Polda.
AKBP Drs. B. KAYUN, S.IK., M.H. (Kasubbag Luhkum masy Divkum Polri) dengan materi “Polisi dan Manajemen Konflik”. Yang intinya sebagai berikut:
a. Latar Belakang Pertimbangan tentang Materi Polisi dan Manajemen Konflik adalah merupakan Implementasi dari UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penangan Konflik Sosial.
1) membuat penilaian awal
Biasanya diawali dengan mendapatkan informasi tentang adanya masalah, apakah melalui telepon atau informasi yang diberikan secara langsung kepada pihak yang bertanggung jawab menangai masalah tersebut;
2) mengumpulkan informasi
Orang-orang yang terlibat dalam sebuah masalah sering kali berasumsi bahwa mereka bisa menemukan solusi terbaik kalau sumber konfliknya diketahui, akan tetapi dalam kenyataannya konflik tidak sesederhana ini karena konflik pasti melibatkan sejumlah orang, prosedur dan pokok persoalan; dan
3) mengevaluasi informasi
cara efektif untuk menata seluruh bahan atau informasi yang telah terkumpul kedalam sebuah pola yang tetap sifatnya adalah dengan menggunakan tiga alat analisis berikut:
1) Tabel analisis konflik, skala dinamika konflik dan ringkasan analisis konflik.
2) Alat bantu analisa konflik dalam mengelola konflik agar konflik tidak menjadi Eskalasi.
1) Penahapan konflik
Teknih penahapan konflik merupakan suatu cara menganalisis konflik dalam bentuk sebuah grafik yang menunjukkan fluktuasi (peningkatan dan penurunan intensitas konflik yang dilukiskan dalam skala waktu tertentu);
2) Pemetaan konflik
Bentuk semacam teknik Visual yang menggambarkan hubungan diantara berbagai pihak yang berkonflik;
3) Segitiga SPK
Sikap- perilaku– konteks merupakan tiga unsur pokok dalam memahami situasi konflik yang terjadi di masyarakat;
4) Analogi Bawang Bombay
Suatu cara untuk menganalisis perbedaan pandangan tentang konflik dari pihak-pihak yang berkonflik;dan
5) Pohon konflik
Suatu alat bantu menggunakan gambar sebuah pohon untuk mengurutkan isu-isu pokok suatu konflik dengan cara mengidentifikasi 3 hal yaitu:
• Mengetahui sebab-sebab awalnya;
• Efek-efek yang muncul;dan
• Sebagai akibat dari masalah yang ada.
a. Latar Belakang Pertimbangan tentang Materi Polisi dan Manajemen Konflik adalah merupakan Implementasi dari UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penangan Konflik Sosial.
- bahwa perkembangan dinamika masyarakat telah mengangkat nilai-nilai baru yang jiwai oleh meningkatnya kecerdasan masyarakat terhadap pemahaman tentang keterbukaan, Demokrasi, Globalisasi, Arus informasi, Kesadaran akan hak dan kewajiban, serta perubahan lingkungan; dan
- bahwa Polisi dan Manajemen Konflik menunjukkan pentingnya keterlibatan kita untuk mengangani konflik secara konstruktif dari pada menganggap konflik sebagai masalah orang lain atau merasa tidak berdaya untuk memberikan respon, konflik dapat di kelola secara efektif melalui kombinasi beberapa inisiatif dan tindakan dari lembaga-lembaga pemerintah yang efektif dan juga dari respon masyarakat dari berbagai latar belakang tentang bagaimana mereka dapat melibatkan diri dalam menangani konflik secara konstruktif.
1) membuat penilaian awal
Biasanya diawali dengan mendapatkan informasi tentang adanya masalah, apakah melalui telepon atau informasi yang diberikan secara langsung kepada pihak yang bertanggung jawab menangai masalah tersebut;
2) mengumpulkan informasi
Orang-orang yang terlibat dalam sebuah masalah sering kali berasumsi bahwa mereka bisa menemukan solusi terbaik kalau sumber konfliknya diketahui, akan tetapi dalam kenyataannya konflik tidak sesederhana ini karena konflik pasti melibatkan sejumlah orang, prosedur dan pokok persoalan; dan
3) mengevaluasi informasi
cara efektif untuk menata seluruh bahan atau informasi yang telah terkumpul kedalam sebuah pola yang tetap sifatnya adalah dengan menggunakan tiga alat analisis berikut:
1) Tabel analisis konflik, skala dinamika konflik dan ringkasan analisis konflik.
2) Alat bantu analisa konflik dalam mengelola konflik agar konflik tidak menjadi Eskalasi.
1) Penahapan konflik
Teknih penahapan konflik merupakan suatu cara menganalisis konflik dalam bentuk sebuah grafik yang menunjukkan fluktuasi (peningkatan dan penurunan intensitas konflik yang dilukiskan dalam skala waktu tertentu);
2) Pemetaan konflik
Bentuk semacam teknik Visual yang menggambarkan hubungan diantara berbagai pihak yang berkonflik;
3) Segitiga SPK
Sikap- perilaku– konteks merupakan tiga unsur pokok dalam memahami situasi konflik yang terjadi di masyarakat;
4) Analogi Bawang Bombay
Suatu cara untuk menganalisis perbedaan pandangan tentang konflik dari pihak-pihak yang berkonflik;dan
5) Pohon konflik
Suatu alat bantu menggunakan gambar sebuah pohon untuk mengurutkan isu-isu pokok suatu konflik dengan cara mengidentifikasi 3 hal yaitu:
• Mengetahui sebab-sebab awalnya;
• Efek-efek yang muncul;dan
• Sebagai akibat dari masalah yang ada.
0 Response to "PELAKSANAAN SOSIALISASI UU NO.7 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL "
Post a Comment